Sejarah Legio

SEJARAH LEGIO MARIAE

Frank Duff dan Lahirnya Legio Maria.

Legio Maria lahir tanggal 7 September 1921 dengan anggota pertamanya Frank Duff, Pastor Micahel Toher dan 13 wanita. Ada yang mengatakan bahwa para wanita itu mayoritas berumur di bawah 20 tahun. Sejarah awal perkembangan Legio tidak bisa dipisahkan dari sejarah hidup Frank Duff. Oleh sebab itu, sebelum melangkah lebih lanjut dengan Legio Maria, kita mengenal dulu siapa pendirinya.

Frank Duff lahir di Dublin tanggal 7 Juni 1889 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara pasangan suami istri John Duff dan Susan Frehill dengan nama asli Francis Michael Duff. Pada umur 18 tahun dia menjadi pegawai negeri sipil dan bekerja di departemen keuangan. Sebagai seorang yang sangat dikenal sebagai jagoan matematika, masa depannya pasti sangat cerah di departemen yang basah itu. Namun dalam usia 24 tahun dia bergabung dalam Saint Vincent de Paul Society yang di Indonesia dikenal sebagai Serikat Santo Vincentius, yang kemudian sungguh-sungguh mengubah hidupnya. SSV bertujuan untuk membantu orang-orang yang mengalami kesulitan dan tekanan besar (karena pengangguran dan kemiskinan) dan membangkitkan semangat hidup rohani kaum miskin. Frank melihat bahwa berkenaan dengan kemendesakan dalam pelayanan jasmani (membantu orang-orang miskin secara ekonomi) maka aspek kerohanian menjadi kurang diperhatikan.
Namun yang menarik perhatian Frank Duff adalah sabda Yesus yang sangat ditekankan dalam SVP: “Segala sesuatu yang kamu lakukan bagi saudaraku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk aku” (Mat 25:40). Dari sini kita bisa melihat hubungan yang begitu erat antara Legio Maria dan SVP. Frank Duff mau menguatkan aspek spiritual yang saat itu agak terbengkalai sehingga Legio Maria muncul untuk mengisi kekosongan itu. Saya belum sungguh-sungguh membuat studi tentang hal ini, tetapi saya berani mengatakan bahwa itulah sebabnya Legio Mariae, dalam sistemnya, tidak mengizinkan penggalangan dana sosial atau penyalur bantuan sosial material dan financial.

Frank Duff dan Bakti Sejati.
Sejak masa mudanya, Frank Duff merupakan seorang katolik yang saleh. Dia menjalankan 10 perintah Allah, hadir misa secara teratur, dam juga berdevosi kepada Bunda Maria. Namun dia tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang dasar-dasar devosi kepada Bunda Maria dan juga tidak sungguh-sungguh mempunyai perhatian dan minat terhadap peran Maria dalam rencana penyelamatan Allah. Namun tahun 1918 dia menemukan buku Bakti Sejati karya Santo Louis-Marie Grignion de Montfort. Baginya, tahun itu merupakan tahun rahmat Allah.
Pada suatu sore, Frank sedang membereskan ruangan setelah mereka mengadakan pertemuan SSV. Seorang temannya, Vincent Kelly sedang bercakap-cakap dengan teman-temannya yang lain sambil memegang buku Bakti Sejati. Vincent Kelly sungguh berapi-api dalam menjelaskan apa yang menjadi isi buku tulisan St. Montfort itu dengan penuh penghargaan. Beberapa hari kemudian Frank menemukan buku itu di toko buku dan membelinya. Dia membacanya sampai habis namun tidak sungguh-sungguh terkesan. Dia menilai bahwa Montfort terlalu berlebihan dalam menampilkan keistimewaan Bunda Maria. Kemudian temannya yang lain, Tom Fallon, meyakinkan Frank untuk membacanya sampai habis dan berulang-ulang untuk npemahaman yang mendalam tentang buku itu, dan dia melakukannya.

Frank seakan-akan mendapatkan pencerahan khusus sehingga dia dapat memahami isi buku tersebut. Sebenarnya Frank sudah berdevosi kepada Bunda Maria sebelumnya dan berdoa kepadanya secara teratur, seperti yang dikatakannya kepada Paus Paulus VI dalam suratnya tahun 1964. “Sejak tahun 1914 saya berdoa 5 peristiwa rosario setiap hari tanpa bolong.” Namun sejak tahun 1918 (“pertemuannya” dengan Bakti Sejati), Frank sungguh-sungguh terinspirasi untuk mengenal secara lebih dalam ajaran Mariologi (Teologi tentang Bunda Maria) karena kalau tidak, mungkin dia akan terjerumus ke dalam bentuk devosi yang dangkal memalukan.

Lahirnya Legio.

Anggota SSV semakin banyak maka mereka memutuskan untuk membaginya menjadi dua dan salah satu kelompok bermarkas di Myra-House dengan ketuanya Frank Duff. Pastor Paroki setempat, yaitu Pater Michael Toher ikut bergabung dalam kelompok itu. Dalam kelompoknya, Frank Duff selalu menyertakan pembahasan buku Bakti Sejati dalam setiap pertemuan bulanan SSV dan para anggota terlibat dalam diskusi yang hangat dan antusias. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengagendakan waktu khusus untuk membahas buku Bakti Sejati dan ajaran St. Montfort. Rencana itu terlaksana dengan baik dan mendapat tanggapan yang antusias dari para hadirin.

Dalam pertemuan SSV berikutnya, seorang anggota memberikan laporan yang menarik tentang kunjungannya di Rumah Sakit Dublin. Pada saat itu, tugas kunjungan ke rumah sakit itu hanya dilakukan oleh laki-laki. Sesudah pertemuan itu, dua wanita mendekati Frank Duff dan P. Michael Toher, untuk menanyakan apakah wanita juga boleh mengambil bagian dalam kunjungan ke rumah sakit? Permintaan para wanita itu mendapat restu dari Frank Duff dan Micahel Toher dan kedua laki-laki itu meminta kalau bisa menarik beberapa wanita lainnya untuk bergabung. Lalu mereka berjanji untuk bertemu (membahas kegiatan para wanita itu di rumah sakit) tanggal 7 September jam 8 malam.
Pada waktu yang telah ditentukan, berkumpullah 13 wanita yang mayoritas gadis muda, P. Michael Toher dan Frank Duff. Tak seorang pun yang sadar bahwa hari yang mereka tentukan adalah malam menjelang Pesta Kelahiran Bunda Maria.
Ketika Frank masuk, dia terpesona dengan penataan ruang pertemuan. Di atas meja ada patung Bunda Maria Tak bernoda dengan bunga dan lilin di sekitarnya, sama persis dengan penataan altar pertemuan legio saat ini. Tentu saja belum ada veksilium. Yang mengagumkan, penataan ruangan tidak dibahas sebelumnya. Ini hanyalah inisiatif dari seorang peserta baru, yaitu Alice Keogh. Menurut penafsiran banyak orang, Alice Keogh (yang merupakan anggota baru) datang dan mengundang Bunda Maria. Namun menurut Frank Duff, Bunda Maria sendirilah yang hadir mendahului mereka, dia sendiri yang mau hadir di tengah mereka untuk menyambut mereka yang mendaftarkan diri untuk melayani dia. Mereka bukan saja datang untuk membentuk sebuah perkumpulan (organisasi) melainkan untuk menyediakan diri bagi suatu tugas pelayanan, untuk mencintai dan melayani seseorang. Patung itu mengingatkan mereka bahwa Maria selalu hadir di tengah mereka. Pada awalnya, perkumpulan itu dinamakan Perserikatan Maria Berbelaskasih dan kemudian menjadi Legio Mariae.
Anggotanya berusaha untuk menyatukan dalam hidupnya apa yang telah mereka pelajari dari ajaran Bakti Sejati kepada Bunda Maria menurut St. Montfort. Penekanannya terletak dalam pelayanan praktis, yaitu melayani Bunda Maria, bukan hanya dalam perkataan melainkan juga dalam perbuatan. Mereka akan melayani dia dengan melayani Puteranya Yesus Kristus yang hadir dalam setiap manusia yang mereka jumpai. Mereka akan melayani Kristus yang menderita dalam diri para pasien di rumah sakit, mereka akan menghibur Yesus yang kesepian dalam diri orang yang hidup sendirian, mereka akan bertemu dengan kanak-kanak Yesus dalam diri anak-anak yang mereka jumpai, mereka akan mencari Kristus yang tersalib dalam diri setiap pendosa. Dengan memandang patung di atas altar, mereka selalu diingatkan bahwa Bunda Kristus sendirilah yang mengutus mereka untuk suatu tugas istimewa. Mereka selalu bergantung kepadanya dan berjuang untuk menjalani hidup yang suci dalam persatuan dengan dia.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa panggilan mereka adalah: “Melayani Bunda Maria, demi kemuliaan Allah.” Mereka memilih Elisabteh Kirwin sebagai ketua Legio yang pertama, dia merupakan anggota tertua dan termiskin dari antara semua yang hadir dalam rapat pertama itu. Elizabeth Kirwin (naman aslinya Elizabeth O’Loughlin) adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya (John Kirwin), seorang penyala lampu jalanan. Setelah ditinggal suaminya, dia bekerja sebagai cleaning service.

Perkembangan Legio Mariae.

Dalam beberapa tahun, beberapa presidum terbentuk di sekitar Dublin. Pada awalnya, anggota Legio Maria semuanya perempuan. Namun apakah Legio Maria memang hanya untuk perempuan (organisasi khusus wanita). Sebenarnya tidak juga, tetapi kecenderungan itu terjadi untuk menghindari kesan seolah-olah Legio Maria adalah saingan dari SSV. Pada dasarnya ada banyak kesamaan anatara SSV dan Legio Mariae, karena Legio Mariae mengambil akarnya dari SSV. Legio Mariae lebih menekankan keselarasan dan keseimbangan antara karya fisik dan pelayanan rohani. Namun Frank Duff sendiri tetap menjadi salah satu anggota presidium untuk memperlihatkan bahwa Legio Maria terbuka juga buat laki-laki.
Pengakuan pertama dari pimpinan Gereja datang bukan pertama-tama dari uskup di Dublin, melainkan Mgr. Donald McIntosh, Uskup Agung Glasgow (Skotlandia) tahun 1928 ketika Frank Duff berkunjung ke sana. Sebuah presidium langsung didirikan di Glasgow dan dalam waktu singkat, Legio Maria berkembang di Skotlandia dan presidium pertama di Inggris (London) dimulai tahun 1929 atas persetujuan Kardinal Bourne, di London. Sebenarnya Uskup Agung Dublin juga sudah tahu tentang keberadaan Legio Maria dengan segala aktivitasnya, namun dia belum memberikan pengakuan resmi. Menjelang akhir tahun 1930 wakil Uskup Roma (wakil Paus), Kardinal Marchetti- Selvaggiani, mengundang Frank Duff ke Roma untuk menjelaskan Legio Mariae. Dalam memenuhi undangan itu, pada tahun 1931 Frank Duff mendapat kehormatan untuk bisa bertemu dan berbicara pribadi dengan Paus Pius XI yang memberikan restu bahwa Legio Mariae boleh menyebar ke seluruh dunia.
Presdium Legio Mariae pertama di luar Inggris Raya lahir tanggal 27 November 1931 di New Mexico, Amerika. Tahun 1932, para uskup dan imam dari berbagai negara menghadiri kongres International tentang Ekaristi di Dublin. Mereka mendapat kesempatan untuk diperkenalkan dengan Legio Mariae. Setelah pulang mereka mendirikan Legio edi tempat asalnya, sehingga Legio Mariae lahir di Los Angeles dan St. Louis (Amerika) dan kemudian Legio Mariae menyebar di seluruh Amerika. Namun demikian, tidak semua “pejabat” Gereja menyambut kehadiran Legio Mariae dengan antusias. Bahkan di Dublin sendiri pun mendapat banyak kritikan dari para imam. Legio Mariae dan Frank Duff dituduh mengambil alih tugas para imam. Demikian pun dalam penyebarannya di negara lain, tidak semua imam antusias mendukung Legio Mariae. Maka benarlah kalau Uskup Charles Helmings, Pemimpin Rohani pertama Senatus Amerika mengatakan: ”Saya tidak menganjurkan Legio Mariae kepada para imam, religius, atau kaum awam dengan cara mengagungkannya. Saya juga tidak meminta seseorang untuk merendahkannya karena kesederhanaan dan kerendahan hatinya. Tetapi silahkan coba saja.” Perkambangan Legio Mariae di Amerika serta hubungannya dengan ajaran St. Montfort terbantu dengan adanya Majalah “Maria Ratu Segala Hati” pimpinan P. Roger Charest SMM yang terbit setiap dua bulan.
Legio Mariae masuk Afrika berkat usaha P. James Moynagh, seorang misionaris imam dari Irlandia yang bekerja di Nigeria dan Micahel Engkeng, seorang awam yang dedikasinya kepada Gereja dan Legio Mariae mendapat pengakuan dari Mgr. McGetterick, Uskup Ogoja. Presidium pertama di Nigeria lahir tanggal 7 September 1933. Salah satu tokoh terkenal yang dimiliki Legio Mariae adalah Edel Quinn yang lahir di Inggris tanggal 14 September 1914. Dia masuk Legio Maria sejak meninggalkan bangku sekolah ketika keluarganya pindah ke Dublin. Sebagai seorang gadis muda, dia dikirim oleh Concilium untuk menjadi misionaris awam (perempuan) di Afrika untuk memenuhi permintaan Mgr. Hefferman, uskup di Zanzibar, Afrika Timur. Dia bekerja selama 8 tahun di Afrika sebelum dia meninggal dunia tanggal 12 Mei 1944 di Nairobi, Kenya karena kesehatannya yang buruk dan sulitnya wilayah pelayanan di sana. Namun dia sudah menjelajah ribuan kilometer untuk menyebarkan Legio Mariae di Uganda, Kenya, Afrika Selatan, Kepulauan Mauritius, dan Danau Victoria. Edel Quinn telah menjadi “martir” pertama Legio Maria.
Tahun 1953 Concilium mengirim utusan untuk menyebarkan Legio Maria di Amerika Latin. Mereka berkeliling dan menyebarkan Legio Maria di Kolombia, Ekuador, Brazil, Argentina, dll. Tak terhitung jumlah uskup Amerika Latin yang memberikan mengakuan dan penghargaan yang tinggi atas karya Tuhan melalui para missionaris awam yang tergabung dalam Legio Maria.

Legio Maria masuk Filipina melalui Amerika. Kita tahu bahwa sejak tahun 1898 Filipina “dijual” oleh Spanyol ke Amerika. Sejak saat itulah Filipina mengaku diri telah merdeka dari penjajahan Spanyol namun sebenarnya mereka mendapat penjajah baru, yaitu Amerika. Ada banyak orang Amerika di Filipina dan demikian sebaliknya, banyak sekali orang Filipina yang bermukim di Amerika. Bahkan banyak sekali orang Filipina yang memegang pasport Amerika. Orang Filipina sangat terkenal keaktifannya dalam hidup menggereja di mana pun mereka berada. Orang-orang Filipina di Amerika bergabung dalam Legio Mariae dan mereka membawanya ke Filipina. Bahkan Uskup Agung Manila, Mgr. O’Dougherty mengakui bahwa Legio Mariae telah menghidupkan kembali semangat beriman dari umat katolik Filipina.
Konsul Kedutaan Rusia di London bahkan secara peribadi mengunjungi Frank Duff memintanya untuk memperkenalkan Legio Mariae di Rusia. Maka tahun 1969, sekelompok legioner dari Irlandia terbang ke Moskow. Salah satu anggota rombongan itu adalah Pater Bradshaw (penulis buku biografi Frank Duff).
Sayang sekali bahwa saya belum sempat mempelajari kapan dan bagaimana sejarah masuknya Legio Maria ke Indonesia. Mungkin itu akan menjadi tugas perwira dewan (Kuria).

Akhir Hidup Frank Duff.

Hal yang terindah atau boleh dikatakan paling membanggakan dari kehidupan Frank adalah ketika dia diundang sebagai peserta awam dalam Konsili Vatikan II di Roma tahun 1965. Dia secara khusus diundang karena dia merupakan salah satu tokoh awam yang sangat berpengaruh dan berjasa melalui karya Legio Mariae di dalam Gereja dan masyarakat. Dalam salah satu sessi diskusi, Frank di perkenalkan oleh Kardinal Heenan dari Inggris di hadapan 2500 uskup dari seluruh dunia. Dalam pertemuan pribadinya dengan Paus Paulus VI tanggal 11 Desember 1965, Sri Paus berkata: “Tuan Duff, saya ingin berterima kasih kepadamu atas pelayananmu untuk Gereja dan ingin menyatakan penghargaan saya atas segala yang telah dilakukan Legio Mariae. Tahun 1979 Frank masih mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II atau Sri Paus ke Vatican. Dan akhirnya dia mengembuskan nafas terakhirnya tanggal 7 November 1981 dalam usia 91 tahun.